Bahasa Mesir kuno memiliki hubungan dengan bahasa Semit yang kini sudah punah.
Orang Mesir saat ini berbahasa Arab. Namun, bahasa Mesir kuno telah digunakan selama lebih dari 3000 tahun dan memiliki sejumlah versi bentuk tertulis.
Apa itu Hieroglif?
Sistem penulisan yang digunakan di Mesir kuno dikenal sebagai hieroglifik (hieroglyphic) atau disebut pula hieroglif (hieroglyph).
‘Hieroglyph’ merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh orang-orang Yunani pada tahun 500 SM yang berasal dari kata ‘hieros’ yang berarti ‘suci’ dan ‘glypho’ yang berarti ‘mengukir’.
Orang Yunani menggunakan istilah ini karena mereka juga menggunakan huruf serupa untuk menulis teks suci mereka.
Hieroglif Mesir kuno terdiri dari berbagai gambar yang diukir di dinding monumen dan makam, serta dituliskan pada papirus.
Gambar-gambar pada hieroglif disusun untuk melambangkan huruf Mesir kuno.
Dengan kata lain, gambar yang membentuk huruf hieroglif mewakili suara suatu huruf.
Orang-orang yang diperbolehkan menulis dan membaca hieroglif Mesir kuno disebut sebagai ‘juru tulis’ yang memiliki kedudukan tinggi.
Orang-orang Mesir kuno percaya kemampuan juru tulis menuliskan hieroglif merupakan pemberian Thoth yang merupakan dewa kebijaksanaan.
Tanda baca hieroglif dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu: logogram, merupakan tanda-tanda yang menggambarkan morfem; fonogram, merupakan tanda-tanda yang menggambarkan satu atau lebih suara; dan determinatif, merupakan tanda-tanda yang tidak mewakili suara dan morfem tetapi digunakan untuk memahami kumpulan tanda yang datang sebelumnya.
Akibatnya, jumlah tanda yang digunakan oleh orang Mesir jauh lebih banyak dibandingkan dengan sistem abjad modern, dengan lebih dari seribu tanda hieroglif yang berbeda.
Jumlah tersebut kemudian berkurang menjadi sekitar 750 selama era Kerajaan Tengah (2055-1650 SM).
Seperti skrip lain dari periode Proto-Sinaitic, tulisan Mesir kuno hanya berupa konsonan.
Karena hanya berupa konsonan akan sulit mengucapkan suatu kata atau vokal apa yang mungkin digunakan diantara konsonan.
Untuk mensiasati hal ini, arkeolog memasukkan vokal dalam hieroglif secara artifisial.
Oleh karena itu, para arkeolog memutuskan menempatkan ‘a’ dan ‘e’ diantara konsonan, mengubah ‘y’ menjadi ‘i’, ‘w’ menjadi ‘u’, dan ‘a’ diganti ‘3’.
Misalnya, R’-mss, raja Dinasti ke-19, saat ini dikenal sebagai Rameses atau Ramses.
Tapi, menurut dokumen yang ditulis untuk pertukaran diplomatik antara Mesir dan Mesopotamia, nama itu kemungkinan besar diucapkan sebagai Riamesesa.
Hieroglif terutama digunakan untuk menulis teks keagamaan atau dokumen lain yang penting.
Pada awalnya, sebuah skrip sederhana dikembangkan yang disebut sebagai ‘hieratic’.
Skrip ini digunakan secara luas hingga sekitar 800 SM untuk penulisan teks agama, sastra, dan bisnis.
Pada sekitar tahun 700 SM, skrip dikembangkan lebih lanjut menjadi apa yang disebut ‘demotic’.
Hieroglif terus digunakan di Mesir sampai sekitar tahun 400 untuk kemudian digantikan oleh Koptik, bentuk lain dari bahasa tertulis.
Di kemudian hari, bahasa Arab menjadi bahasa lisan dan tulisan di Mesir sehingga pengetahuan kuno menulis dan membaca dalam simbol-simbol akhirnya terlupakan.
Misteri Terpecahkan
Para cendekiawan telah berusaha menafsirkan hieroglif Mesir kuno selama berabad-abad tetapi masih belum sepenuhnya berhasil.
Namun, ketika tentara Perancis sedang menginvasi Mesir, mereka menemukan Batu Rosetta pada tahun 1799 dan mulai terjadi terobosan.
Prasasti pada Batu Rosetta ditulis dalam tiga bahasa: pada bagian paling awal ditulis menggunakan hieroglif, bagian tengah ditulis dalam naskah demotic, dan di bagian bawah ditulis dalam koine Yunani dari periode Helenistik.
Skrip demotik dan bahasa Yunani merupakan sistem penulisan yang dikenal para ahli tentang Mesir kuno pada abad ke-19 sehingga membantu dalam memecahkan misteri hieroglif.
Jean-Francois Champollion, seorang Perancis, merupakan orang pertama yang berhasil memecahkan hieroglif.
Dia mampu menguraikan hieroglif dengan benar ketika mengunjungi Mesir untuk melihat sebuah ukiran kuil pada tahun 1828.

Tahap Perkembangan Hieroglif Kuno
Tulisan Mesir berkembang seiring sejarahnya yang panjang, sehingga terdapat pula berbagai versi tulisan hieroglif.
Selain hieroglif tradisional, terdapat pula dua versi lainnya yaitu hieratik (hieratic) dan demotik (demotic).
Hieroglif
Hieroglif adalah naskah versi tertua yang dicirikan oleh tampilan gambar yang elegan.
Artinya, sistem penulisan ini banyak menggunakan gambar untuk menyampaikan pesan yang dikandungnya.
Hieroglif biasanya ditemukan dalam prasasti monumen dan konteks pemakaman.
Hieratik
Dipromosikan oleh para pendeta dan juru tulis kuil yang ingin menyederhanakan proses penulisan, hieroglif secara bertahap distilir dan menjadi apa yang disebut hieratic ‘priestly’ script.
Diyakini bahwa hieratik ditemukan dan dikembangkan kurang lebih bersamaan dengan skrip hieroglif.
Beberapa hieroglif yang ditemukan di makam bertanggal 3200-3000 SM berbentuk royal serekh, atau nama raja yang distilir.
Beberapa serekh yang ditulis pada bejana tembikar memiliki hieroglif dalam format kursif, diduga merupakan tahap awal dari hieratik.
Hieratik selalu ditulis dari kanan ke kiri, kebanyakan pada ostraca (pecahan tembikar) dan papirus, dan digunakan tidak hanya untuk tujuan keagamaan, tetapi juga untuk dokumen publik, komersial, dan pribadi.
Demotik
Sebuah skrip yang lebih simpel yang tidak memiliki unsur bergambar, yang dikenal sebagai ‘populer’ demotik, mulai digunakan sekitar abad ke-7 SM.
Orang Mesir menyebutnya sekh shat atau “menulis untuk dokumen”.
Dengan pengecualian prasasti agama dan pemakaman, demotik secara bertahap menggantikan hieratik.
Sementara hieratik masih menyisakan unsur bergambar seperti dalam hieroglif, demotik tidak memiliki unsur bergambar dan sulit untuk menghubungkan tanda demotik dengan hieroglif yang setara.
Legenda tentang Asal Hieroglif Mesir
Menurut legenda Mesir, dewa Thoth menciptakan tulisan untuk membuat orang Mesir lebih bijaksana dan memperkuat ingatan mereka.
Dewa Ra, bagaimanapun, tidak setuju. Dia mengatakan bahwa memberikan hieroglif kepada umat manusia akan menyebabkan mereka menuangkan ingatan dan sejarah melalui dokumen tertulis daripada mengandalkan ingatan yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Menulis, menurut Ra, akan melemahkan daya ingat dan kebijaksanaan orang Mesir.
Terlepas dari kehendak Ra, Thoth memberikan teknik penulisan kepada sejumlah orang Mesir terpilih, yaitu para juru tulis.
Di Mesir kuno, juru tulis sangat dihormati karena pengetahuan dan keterampilan mereka dalam menggunakan karunia para dewa.
Itu sebab, profesi juru tulis merupakan salah satu sarana yang memungkinkan seseorang melakukan mobilitas sosial ke atas.
Hieroglif Mulai Ditinggalkan
Selama era Ptolemaic (332-30 SM) dan Periode Romawi (30 SM-395 M) di Mesir, budaya Yunani dan Romawi menjadi semakin berpengaruh.
Menjelang abad ke-2 M, agama Kristen mulai menggantikan beberapa kultus tradisional Mesir.
Orang Mesir yang beralih menjadi Kristen kemudian mengembangkan alfabet Koptik (cabang dari alfabet Yunani) sebagai sistem penulisan mereka.
Contoh abjad Koptik lengkap 32 huruf tercatat digunakan sejak abad ke-2 Masehi.
Penggunaannya tidak hanya mencerminkan perluasan Kekristenan di Mesir tetapi juga mewakili perpecahan budaya antara budaya yang dipengaruhi Kristen dan budaya asli Mesir.
Akhirnya, hieroglif Mesir digantikan oleh aksara Koptik sepenuhnya. Hanya terdapat bebarapa tanda dari aksara demotik (hieroglif) yang bertahan dalam alfabet Koptik.
Bahasa tertulis dari dewa-dewa kuno kemudian terlupakan selama hampir dua milenium, sampai berhasil dipecahkan kembali oleh Champollion.[]