Tembok Ratapan atau Tembok Barat di Yerusalem, diyakini oleh banyak orang sebagai sisa-sisa dari salah satu dinding sebuah kuil Yahudi besar atau dinding yang mengelilingi halaman kuil.
Tembok Ratapan merupakan dinding batu yang menjulang sekitar 18,9 m dari atas tanah.
Tembok ini dianggap situs sakral oleh orang Yahudi, dan ribuan orang berziarah di sana setiap tahun.
Tembok Ratapan merupakan sumber sengketa antara orang Yahudi dan Muslim dan menjadi isu utama konflik Israel-Palestina.
Orang Islam menganggap tembok ini menjadi bagian dari masjid kuno dan tempat nabi Muhammad mengikat kuda bersayapnya (Buraq) selama perjalanan Isra Mi’raj.
Tembok Kuil
Orang Yahudi menganggap dinding tersebut sebagai bagian dari sebuah kuil Yahudi yang disebut juga Bait Suci Kedua yang telah berdiri selama ratusan tahun.
Raja Herodes memerintahkan renovasi dan perluasan kuil sekitar tahun 19 SM, dan pekerjaan itu tidak selesai sampai sekitar 50 tahun kemudian.
Kuil ini lantas dihancurkan oleh Roma sekitar tahun 70 M, hanya beberapa tahun setelah selesai. Tembok Ratapan secara luas diyakini sebagai satu-satunya bagian yang masih berdiri.
Namun, lokasi asli kuil tersebut masih diperdebatkan, menyebabkan sebagian orang Arab membantah klaim bahwa dinding itu bagian dari kuil, melainkan bagian dari struktur Masjid Al-Aqsa di Temple Mount.
Setelah kuil itu hancur, banyak orang Yahudi mulai pergi ke dinding yang tersisa untuk meratapi kehancuran kuil dan untuk berdoa.
Sebutan Tembok Ratapan atau Wailing Wall berasal dari penamaan Arab sebagai el-Mabka atau “tempat menangis”, yang kemudian diadopsi oleh pelancong Eropa — khususnya Prancis — pada abad ke-19 sebagai “le mur des lamentations.”
Orang Yahudi sebenarnya menamai tembok tersebut sebagai Tembok Barat, atau Kotel HaMaaravi dalam bahasa Ibrani.
Tembok Al-Buraq
Banyak Muslim percaya bahwa dinding tersebut tidak ada hubungannya dengan Yudaisme kuno.
Orang Islam merujuk tembok tersebut sebagai Tembok Al-Buraq, diambil dari nama kuda bersayap yang ditunggangi Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.
Kepercayaan Islam menyatakan bahwa Al-Buraq diikat ke dinding sementara Nabi naik ke surga untuk bertemu dengan Tuhan.
Banyak Muslim juga percaya bahwa tembok tersebut merupakan bagian dari Masjid Al-Aqsa kuno, dan bahwa orang Yahudi baru mulai berdoa di tembok tersebut sampai setidaknya abad ke-16.
Penguasa Tembok
Selama lebih dari 3.500 tahun, Yerusalem berulang kali dikuasai oleh berbagai penakluk yang berbeda. Penguasaan Tembok Ratapan terus menjadi titik pertikaian hingga abad ke-20 dan awal abad ke-21.
Pemimpin Arab mengontrol wilayah Tembok Ratapan selama bagian pertama abad ke-20. Namun dengan berdirinya Israel, Yahudi menguasai tembok tersebut pada tahun 1967.
Meskipun tetap terjadi permusuhan antara Yahudi dan Muslim, Tembok Ratapan telah menjadi situs rekonsiliasi antara Yahudi dan Katolik.
Pada tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II menjadi Paus pertama yang berdoa di Tembok Ratapan. Paus juga meminta maaf akibat penganiayaan Katolik terhadap Yahudi selama berabad-abad.
Berdoa di Tembok Ratapan
Umat Yahudi dari semua negara, dan juga wisatawan dari berbagai latar belakang agama lazim berdoa di Tembok Ratapan karena diyakini memiliki “telinga Tuhan.”
Kebiasaan berdoa di Tembok Ratapan dimulai selama periode Abad Pertengahan.
Orang yang tidak dapat berdoa langsung di tembok dapat mengirimkan doa atau menggunakan Kaddish, sebuah doa khusus untuk orang Yahudi.
Doa yang dikirim tersebut ditulis dalam sebuah kertas dan diselipkan di celah-celah dinding yang disebut sebagai kvitelach.
Pada abad ke-19, penguasa Ottoman mengizinkan pria dan wanita Yahudi untuk berdoa bersama pada hari Jumat dan hari-hari besar.
Saat berdoa, mereka memisahkan diri berdasarkan jenis kelamin: para pria berdiri diam atau duduk terpisah dari dinding; sementara para wanita bergerak dan menyandarkan dahi mereka ke dinding.
Mulai tahun 1911, umat Yahudi mulai membawa kursi dan tirai sehingga memungkinkan pria dan wanita beribadah di serambi terpisah di lorong sempit, tetapi penguasa Ottoman melihatnya melarang perilaku seperti itu.
Pada tahun 1929, terjadi kerusuhan ketika beberapa orang Yahudi berusaha membangun tirai semi permanen di lingkungan tembok.
Struktur Tembok
Di Western Wall Plaza, total tinggi tembok dari fondasinya diperkirakan mencapai 32 m, dengan bagian di atas tanah memiliki tinggi sekitar 19 m.
Tembok ini terdiri dari 45 jalur batu, 28 di antaranya di atas tanah dan 17 di bawah tanah.
Tujuh lapisan pertama di atas tanah berasal dari periode Herodian.
Bagian utama dari tembok, di mana orang pergi untuk berdoa, memiliki panjang sekitar 57 m.
Bagian tembok ini dibangun dari blok batu kapur meleke yang sangat besar, kemungkinan digali di Gua Zedekiah yang terletak di bawah Kawasan Muslim Kota Tua atau di Ramat Shlomo , 4 kilometer barat laut Kota Tua.
Kebanyakan blok batu memiliki berat antara 2 hingga 8 ton, dengan beberapa diantaranya berukuran lebih besar.
Satu batu besar terletak sedikit di utara Wilson’s Arch berukuran panjang 13,55 meter dan tinggi 3,3 meter dengan berat antara 250 hingga 300 ton.
Tembok Ratapan Dicaplok Israel
Setelah perang tahun 1948 dan penaklukan Arab atas Jewish Quarter di Yerusalem, orang-orang Yahudi umumnya dilarang berdoa di Tembok Ratapan.
Israel mencaplok Yerusalem Timur segera setelah Perang Enam Hari tahun 1967 dan mengklaim kepemilikan situs-situs keagamaan kota itu.
Tindakan ini kemudian memicu kekhawatiran Palestina dan orang muslim lainnya bahwa Israel akan menggali terowongan mulai dari Tembok Ratapan menuju Masjidil Aqsa yang bertujuan merusak pondasi masjid suci tersebut.
Untuk diketahui, Masjidil Aqsa adalah tempat suci ketiga umat Islam setelah Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Ketegangan yang memuncak akhirnya memicu bentrokan dengan pasukan Israel yang menyebabkan lima orang Arab tewas dan ratusan lainnya terluka.
Pada Januari 2016, pemerintah Israel menyetujui orang Yahudi non-Ortodoks dari kedua jenis kelamin dapat berdoa berdampingan.
Layanan doa Reformasi pertama untuk pria dan wanita berlangsung pada Februari 2016 di bagian dinding yang dikenal sebagai Robinson’s Arch.
Masa Modern
Tembok Ratapan masih selalu menjadi isu penting dalam konflik Arab-Israel.
Yahudi dan Arab masih memperdebatkan siapa yang harus mengendalikan tembok dan siapa yang memiliki akses ke sana.
Banyak Muslim berpendapat bahwa Tembok Ratapan tidak ada hubungannya dengan Yudaisme kuno sama sekali.
Terlepas dari klaim sektarian dan ideologis, Tembok Ratapan tetap menjadi tempat suci bagi orang Yahudi dan bagi banyak orang lain untuk berdoa.
Pada bulan Juli 2009, Alon Nil meluncurkan layanan gratis yang memungkinkan orang di seluruh dunia untuk mengirimkan doa mereka melalui Twitter, yang kemudian diprint dan diselipkan ke Tembok Ratapan.
Tembok Ratapan dapat dikunjungi setiap saat sepanjang hari. Pengunjung biasanya digeledah secara menyeluruh untuk tujuan keamanan.
Perempuan dari agama apapun, untuk menghormati hukum Yahudi, harus mengenakan pakaian yang sopan.
Ada pintu masuk terpisah untuk pria dan wanita, meskipun mereka dapat berkumpul kembali di dalam tembok.[]