Kita tentu akrab dengan deterjen pakaian yang membantu menyingkirkan noda dan kotoran pada pakaian.
Namun, tahukah Anda komposisi kimia yang terdapat dalam deterjen pakaian?
Meskipun tiap merek deterjen pakaian memiliki komposisi sedikit berbeda, secara umum semua deterjen terbuat dari bahan yang kurang lebih sama.
Berikut akan disajikan komposisi utama penyusun deterjen pakaian beserta informasi lain yang terkait.
Apa itu Deterjen?
Deterjen adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang memiliki sifat pembersih saat dilarutkan dengan air.
Deterjen biasanya merupakan alkilbenzena sulfonat, suatu keluarga senyawa yang mirip dengan sabun tetapi lebih larut dalam air sadah.
Deterjen lebih larut dalam air sadah daripada sabun karena sulfonat deterjen tidak mudah mengikat kalsium dan ion lain dalam air sadah dibandingkan karboksilat pada sabun.
Seperti sabun, deterjen bersifat amfifilik, artinya memiliki bagian hidrofobik (tidak suka air) dan bagian hidrofilik (suka dengan air).
Bagian hidrofobik deterjen akan bereaksi dan menarik molekul lain (kotoran) yang ada di sekitarnya sehingga menyebabkannya menggumpal pada deterjen.
Setelah itu, bagian hidrofilik deterjen memastikan bahwa seluruh senyawa, bersama dengan partikel yang tertarik, dapat dengan mudah terbawa oleh air.
Bahan Penyusun Deterjen
Surfaktan
Kata surfaktan atau dalam bahasa Inggris ‘surfactant’ merupakan singkatan dari ‘surface active agent’ dan merupakan salah satu bahan paling penting dalam komposisi kimia deterjen pakaian.
Surfaktan pada dasarnya terdiri dari dua jenis: bagian hidrofilik dan hidrofobik, yang bekerja sama untuk menghilangkan noda dari pakaian.
Molekul-molekul surfaktan hidrofobik (pembenci air) memecahkan partikel kotoran pada kain, sedangkan molekul surfaktan hidrofilik (penyuka air) mengendapkan partikel tanah dan kotoran dalam air cucian.
Pada dasarnya, surfaktan memiliki sifat ionik (muatan listrik) dan dikategorikan dalam tiga jenis surfaktan yaitu:
1. Surfaktan Kationik
Seperti namanya, surfaktan ini mengandung muatan positif dalam air sehingga tidak bereaksi dengan ion yang bermuatan positif pada air sadah.
Surfaktan kationik terutama digunakan dalam deterjen untuk conditioning kain dan efektif bila dikombinasikan dengan surfaktan non-ionik pada perbandingan yang tepat.
2. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik membawa muatan negatif sehingga bereaksi dengan ion bermuatan positif pada air sadah.
Untuk diketahui, air sadah mengandung senyawa magnesium dan kalsium.
Surfaktan anionik bereaksi dengan senyawa pada air sadah untuk kemudian menetralkannya.
3. Surfaktan Nonionik
Karena surfaktan nonionik tidak memiliki muatan, maka mereka tidak mengalami ionisasi dalam air.
Surfaktan jenis ini membantu membersihkan noda berminyak melalui proses emulsifikasi.
Bahan Lain dalam Deterjen Pakaian
Selain surfaktan, terdapat berbagai bahan lain yang terdapat dalam deterjen pakaian sebagai berikut:
> Builder, merupakan bahan kimia, seperti polifosfat, natrium karbonat atau natrium silikat, dan aluminosilikat, yang membantu meningkatkan kualitas deterjen. Selain itu, builder juga mencegah larutan terlalu basa agar pembersihan berjalan lebih optimal.
> Natrium silikat, bertindak sebagai anti korosi sehingga mencegah bagian mesin cuci dari karat.
> Optical brightener, merupakan senyawa kimia yang mengubah panjang gelombang cahaya ultra violet menjadi cahaya tampak untuk memberi kesan pakaian tampak lebih putih.
> Fragrance, merupakan wewangian yang memberikan aroma unik pada deterjen sekaligus meredam bau tidak menyenangkan dari bahan kimia yang digunakan dalam deterjen.
> Colorant, merupakan pewarna yang bertindak sebagai aditif khusus pada deterjen.
> Natrium sulfat, digunakan untuk mencegah penggumpalan pada deterjen bubuk.
> Enzim, digunakan untuk membantu memecahkan senyawa kotoran yang kompleks seperti noda darah.
> Aditif lain, seperti Monoethanolamine (alkohol) untuk menurunkan titik beku deterjen dan membuatnya lebih mudah digunakan dalam suhu rendah.
Deterjen Bubuk vs. Deterjen Cair
Deterjen pakaian telah berkembang jauh sejak pertama kali diproduksi lebih dari 70 tahun yang lalu.
Saat ini, terdapat dua jenis utama deterjen pakaian yaitu bubuk dan cairan.
Untuk sebagian besar kasus, deterjen bubuk dan cair berbagi bahan aktif yang sama kecuali untuk filler yang digunakan.
Deterjen bubuk dan cair keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena memiliki kekuatan pembersihan yang sama, orang biasanya akan memilih berdasarkan preferensi pribadi.
Deterjen bubuk
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan menggunakan deterjen bubuk:
Kelebihan
- Umumnya lebih murah.
- Ada yang memakai kemasan kardus sehingga lebih ramah lingkungan.
Kekurangan
- Sebagian orang masih berpikir deterjen bubuk tidak mudah larut dalam air. Ini mungkin merupakan masalah pada deterjen bubuk jaman dulu, yang bukan lagi menjadi masalah pada saat ini.
- Natrium sulfat dapat berpengaruh buruk pada sistem septik.
- Deterjen bubuk mengandung lebih banyak bahan kimia dibandingkan dengan cairan karena adanya filler.
Deterjen Cair
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan menggunakan deterjen cair:
Kelebihan
- Deterjen sudah terlarut dalam cairan.
- Pengguna bisa melakukan pembersihan noda sebelum mencuci dengan menuangkan deterjen cair langsung ke pakaian.
Kekurangan
- Biasanya lebih mahal daripada deterjen bubuk.
- Menggunakan kemasan plastik yang kurang ramah lingkungan.
Amankah Mandi Menggunakan Deterjen?
Deterjen cucian memiliki bahan abrasif kuat yang dimaksudkan untuk membersihkan pakaian.
Hal ini berarti deterjen tidak baik untuk kulit terutama jika digunakan berulang kali.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa terjadi saat menggunakan deterjen untuk mandi:
- Kulit menjadi kering
- Iritasi kulit
- Kulit pecah-pecah
- Kemerahan pada kulit
Orang yang memiliki kulit normal mungkin baru akan merasakan keluhan setelah beberapa kali mandi dengan deterjen, namun orang dengan kulit sensitif bisa langsung mengalami salah satu atau beberapa keluhan sekaligus meskipun hanya sekali menggunakannya.
Sejarah Deterjen
Deterjen sintetis pertama kali dikembangkan di Jerman pada Perang Dunia I.
Orang Jerman membuat surfaktan alkil sulfat karena blokade sekutu pada tahun 1917 sehingga menyebabkan mereka kekurangan bahan pembuat sabun.
Kata “deterjen” berasal dari kata Latin “detergere,” yang berarti “menghapus.”
Sebelum penemuan deterjen, soda cuci atau natrium karbonat paling sering digunakan untuk mencuci piring dan mencuci pakaian.
Di Amerika Serikat, deterjen pencuci piring cair pertama diproduksi pada tahun 1930-an, sedangkan di Eropa, deterjen pertama untuk tujuan ini (Teepol) dibuat pada tahun 1942.
Deterjen untuk mencuci pakaian mulai digunakan sekitar waktu yang sama, dan tersedia dalam bentuk padat dan cair.
Baik deterjen pencuci piring dan deterjen pakaian mengandung berbagai komponen, biasanya termasuk enzim, pemutih, wewangian, pewarna, pengisi (filler), dan pencerah optik (untuk deterjen pakaian).
Berbagai macam aditif diperlukan karena deterjen sulit menghilangkan pewarna, pigmen, resin, dan protein yang terdenaturasi.[]